Saturday 4 April 2015

Terimakasih Tuhan

Terimakasih Tuhan
oleh 
Insyi Rohati Alfiani


               Ku sambut pagi ku dengan senyuman
               Ku syukuri yang tuhan berikan
               Beban tak menjadi halangan
               Bagiku tuk mencari uang

                         Ku tersenyum pada setiap orang
                         Ku abai kan yang orang bicarakan

                    Oh tuhan ....,Terimakasih atas segalanya

                    Segalanya yang tuhan berikan

Insyi Rohati Alfiani

Bencana Tak Terduga

Bencana Tak Terduga
oleh
 Insyi Rohati Alfiani


                   Hanyutlah semuanya
                   Tak tersisa apapun
                   Aku tak bisa berkata apa lagi,
                   Selain sedih tak terkira

                                                              Adakah yang datang menolong ku
                                                              Adakah yang perduli pada ku
                                                              Ku berteriak tak berteriak

                                                              Bagaikan daun tak berduri


Insyi Rohati Alfiani

Bersyukur

BERSYUKUR
Oleh Sholihul Hady
Di Banyak daerah-daerah seluruh wilayah Indonesia terdapat kebiasaan yang dapat kita jadikan sebagai pencerahan untuk kita renungkan bersama. Kebiasaan tersebut adalah kebiasaan menjemur padi, kebiasaan tersebut mereka lakukan selama masa panen berlangsung. Masyarat akan menjemur padinya di bawah terik matahari dan di tempat yang luas. untuk menjaga agar padi tersebut  tidak digangguan oleh hewan maka salam proses penjemuran, padi-padi tersebut akan dijaga dan diawasi.
Dari kejadian tersebut pernah kita perhatikan bahwa ada sesuatu yang keliru yang sering dilakukan oleh masyarakat. Dari kekeliruan tersebut terdapat palajaran hidup, agar kita sebagai manusia lebih mensyukuri nikmat yang diberikan oleh ALLAH .SWT.
Suatu hari terdapat kiseah seorang seorang ayah dan anak yang sedang menjemur padi ditengah terik matahari. Sang ayah yang sedang menjemur padi, sedangkan sang anak melihat daridari kejauhan. Dari kejauhan sang anak terus memperhatikan sang ayah yang sibuk menjemur padi. Setelah itu sang ayah duduk dan berisistirahat tanpa sadar dia pun tertidur. Tiba tiba saat sang ayah tidur ada segerombol ayam yang datang memakan padi yang sedang dijemur tersebut. Sontak sang ayah mengambil galah panjang dan langsung mengusir sekelompok ayam tersebut.
Lalu sang anak langsung menghampiri ayahnya, dan bertanya “yah, kenapa ayam-ayamnya di usir?”.
“Gaimana tidak, ayam-ayam tadikan memakan padi yang telah kita tanam selama 4 bulan. Masa ayah diam saja melihat padi kita dimakan?” tegas sang ayah menjawab pertanyaan sang anak.
Dengan sigap sang anak menambahkan pertanyaan “Apakah ayam-ayam tadi memakan semua padi yang sedang di jemur, yah...?”
“Tidak” jawab ayah.
“Lalu kenapa ayah mengusir ayam-ayam tadi, padahal ayam-ayam tadi hanya mengambil sebikit rezki yang Allah berikan, kenapa ayah sebegitu marahnya?” lanjut sang anak “padahal, padi yang ayah tanam hanya satu kantong plastik, dan padi tersebut berubah menjadi berkarung-karung padi. Ayam-ayam tadi hanya mengambi sedikit, mungkin tidak sampai satu kentong yang perna ayah tanam.
Kemudian sang ayah sadar dan langsung memeluk sang anak “Sungguh ayah selama ini hanya memikirkan pribadi, padah Allah SWT sudah memberikan kepada ayah begitu bahayak limpahan rizki tetapi, selama ini ayah tidak sadar dan sudah terlena dengan apa yang ayah dapatkan. Terimakasih nak, sudah mengingatkan ayah tentang arti syukur.”
Mungkin pengalaman hidup ini akan menjadi pelajaran yang bermanfaat dalam mensyukuri semua yang telah Allah SWT berikan dalam hibup kita.




Thursday 26 December 2013

Pemikiran Organisasi Yang Keliru

Pemikiran Organisasi Yang Keliru
Oleh: Sholihul Hady


Organisasi adalah wadah dimana kita dapat belajar mengenai memanaje orang lain, cara kita membagi waktu dan..... tetapi banyak juga yang berpendapat bahwa organisasi adalah salah satu alat untuk mencapai kesuksesan, karena mereka berfikir bahwa dengan adanya oranisasi mereka mendapatkan banyak koneksi yang akan membawa pada kesuksesan.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas jauh mengenai pengertian organisasi atau cara sukses organisasi atau apalah itu, tetapi saya akan membahas mengenai pemikiran yang keliru di dalam kebanyakan organisasi.
Dalam organisasi pastinya banyak agenda kegiatan-kegiatan yang akan dijalankan entah dalam satu peride ataukan dalam satu tahun, seperti kongres, rapat kerja, konsolodasi,  diskusi, dan acara-acara lainnya yang memang sudah menjadi agenda khusus organisasi tersebut, dalam hal ini saya akan menitik beratkan kepada rapat untuk membahas acara tertentu (ta’aruf, bakti sosial, dan lain lain).
Kita tahu bahwa jika kita ingin mengadakan suatu acara harus ada perumusan-perumusan yang matang terlebih dahulu agar acara yang akan kita jalankan berjalan dengan lancar, perumusan tersebut tuang dalam bentuk rapat, selain itu juga rapat bertujua untuk mempersiapkan sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan dalam kegiatan yang akan diadakan, seperti konsumsi, acara, perelatan dan perlengkan, dokumentasi, dll. Tetapi dalam kebanyakan rapat yang diadakan organisasi terdapat pandangan yang keliru bahkan menjadi budaya yang sering kita lakukan dalam organisasi, bahkan sampai mengakar dalam organisasi. Di sinilah saya akan menceritakan sedikit pengalaman yang saya rasakan setelah saya mengikuti beberapa organisasi, dan dari oranisasi tersebut saya mendapatkan banyak ilmu, pembelajaran, dan pengalaman.
kejadiannya seperti ini.....kebanyakan, dalam rapat yang sudah menjadi agenda wajib organisasi itu sendiri, bidang di dalam organisasi telah menentukan panitia-panitia yang akan menjalankan acara tersebut. Dalam setiap rapat pasti ada kendala-kendala yang akan dihadapi seperti, sebelum memulai rapat terlambat datang, jam yang ngaret, kumpulnya lama, termasuk nunggunya juga lama. Permasalahan pada saat rapat seperti, perselisihan kerena adu argumen, bahkan sampai-sampai terjadi konflik karena tidak sepemahaman.
Setelah panitia kumpul dan yang kumpul itu sedikit, disinilah terjadi pandangan yang sangat-sangat keliru tadi diterapkan. Pada saat rapat tersebut dihadiri oleh sedikit panitia, maka pemimpin rapat tersebut akan memarahi atau lebih tepatnya menyindir dan menyalahkan panitia rapat yang hadir. Padahal kalau menurut saya pribadi sebagai orang awam, orang-orang/panitia yang hadir dalam rapat adalah orang-orang yang totalitas dalam organisasi dan ingin menyukseskan acara tersebut. Maka timbul dalam benak saya pertanyaan-pertanyaan bahwa:
1.    Kenapa yang hadir dalam rapat harus kena marah, padahal yang harus disalahkan adalah mereka yang tidak hadir dalama rapatkan?
2.    Kenapa panitia  yang memiliki totalitas tadi harus menjadi sasaran karena masalah panitia yang ikut rapat sedikit?
3.    Apakah mereka yang datang rapat, seakan-akan hanya datang untuk menyerakhan dirinya untuk dimarahi dan disalahkan saja?
4.    Apakah ketua organisasi atau ketua acara tidak takut akan panitia-panitia yang  loyal tadi akan meninggalkan organisasi, jika kebudayaan yang keliru itu masih menjadi kebiasaan dan mengakar dalam organisasi?
5.    Apa yang teradi bila pamikirang yang keliru tersebut masih dipakai?
Saya tidak habis pikir dengan kekeliruan organisasi yang seperti itu, apa yang terjadi kalau semua organisasi melakukan hal tersebut. selama saya mengikuti organisasi di dalam kampus atau di luar kampus, semua organisasi sama saja masih melakukan hal-hal semacam itu. Apakah menurut anda hal tersebut pantas diterapkan dan mungkin ditanakkan dalam organisasi?
Maka saya hanya ingin saling mengingatkan kepada yang mempunyai kekuasa baik itu ketua, wakil, sekertaris, ataupun bendahara di organisasi atau dalam acara tertentu. Jangan sampai hal tersebut terjadi karena tidak ada untungnya di terapkan dalam organisasi. Kita bertujuan ingin memajukan organisasi dan menyukseskan acara tetapi kita mencederai anggota-anggotanya yang dengan perbuatan seperti itu...apa jadinya nanti organisasi yang akan kita pimpin tersebut, mungkin akan ditinggalkan.
Hal yang paling dibutuhkan dalam setia organisasi adalah rasa kekeluargaan,keharmonisan, memiliki, menyayangi, dan menjaga anggota-anggota dan  organisasi itu sendiri, bukan saling menyalahkan dan tidak percaya.




Friday 8 March 2013

TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN TEORI NILAI GUNA (UTILITY)


TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN
TEORI NILAI GUNA (UTILITY)

  
BAB 1
PENDAHULUAN

            Dalam bab empat telah diterangkan mengenai sifat permintaan seseorang atau masyarakat ke atas suatu barang. Telah dijelaskan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit permintaan atas barang itu. Sebaliknya, semakin rendah harga barang tersebut, semakin banyak permintaan terhadap barang itu. Bab ini dan bab berikut akan mendalami lebih lanjut pembicaraan tentang sifat permintaan masyarakat. Analisis dalam bab ini akan menerangkan dua hal berikut :
1.      Alasan para pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada harga yang lebih rendah dan mengurangi pembeliaannya pada harga barang yang tinggi
2.      Bagaimana seorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya.
  


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori Perilaku Konsumen
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan: Pendekatan Nilai guna (utiliti) cardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Dalam pendekatan nilai guna cardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna ordinal, Manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak dikuantifikasi. Tingkah laku seorang konsumen untuk memilih barang-barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan bantuan Kurva kepuasan sama yaitu kurva yang menggambarkan gabungan barang yang akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang sama.
            Teori Nilai Guna (utility)
Didalam teori ekonomi kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan barang-barang dinamakan nilai guna atau utility. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka makin tinggilah nilai gunanya atau utilitinya.
Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian: nilai guna total dan nilai guna marjinal. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marjinal berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.
Hipotesis Utama Teori Nilai Guna
Hipotesis utama teori nilai guna, atau lebih dikenal sebagai Hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif yaitu apabila konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi, maka nilai guna total akan menjadi semakin sedikit. Pada hakikatnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pertambahan yang terus-menerus dalam megkonsumsi suatu barang tidak secara terus-menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsikannya.
Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang, disaat kondisi yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Perilaku konsumen ini didasarkan pada Teori Perilaku Konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya.
TABEL 7.1
Nilai Guna Total dan Nilai Guna Marjinal dalam Angka
Jumlah buah mangga yang dimakan
Nilai guna total
Nilai guna marginal
0
0
-
1
30
30
2
50
20
3
65
15
4
75
10
5
83
8
6
87
4
7
89
2
8
90
1
9
89
-1
10
85
-4
11
78
-7

B.     PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN
Pendekatan untuk mempelajari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang:
1.Pendekatan Kardinal
2.Pendekatan Ordinal
Asumsi: Konsumen bersikap rasional Dengan anggaran yang tersedia, konsumen berusaha memaksimalkan kepuasan totalnya dari barang yang dikonsumsinya.
1.) Pendekatan Kardinal
a.       Kepuasan konsumsi dapat diukur dengan satuan ukur.
b.      Makin banyak barang dikonsumsi makin besar kepuasan
c.       Terjadi hukum The law of deminishing Marginal Utility pada tambahan kepuasan setiap satu satuan.Setiap tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap unit tambahan konsumsi semakin kecil.( Mula – mula kepuasan akan naik sampai dengan titik tertentu atau saturation point tambahan kepuasan akan semakin turun ).Hukum ini menyebabkan terjadinya Downward sloping MU curva. Tingkat kepuasan yang semakin menurun ini dikenal dengan hukum Gossen.
d.      Tambahan kepuasan untuk tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai dengan uang, sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau membayar mahal, sebaliknya jika kepuasan yang dirasakan konsumen redah maka dia hanya akan mau membayar dengan harga murah.
Pendekatan kardinal biasa disebut sebagai Daya guna marginal.

2.) Pendekatan Ordinal

Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan.Pendekatan ordinal mengukur kepuasan konsumen dengan angka ordinal (relatif).Tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan kurva indiferens(kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama).
Ciri-ciri kurva indiferens:
1.      Mempunyai kemiringan yang negatif (konsumen akan mengurangi konsumsi barang yg satu apabila ia menambah jumlah barang lain yang di konsumsi)
2.      Cembung ke arah titik origin, menunjukkan adanya perbedaan proporsi jumlah yang harus ia korbankan untuk mengubah kombinasi jumlah masing-masing barang yang dikonsumsi (marginal rate of substitution)
3.      Tidak saling berpotongan, tidak mungkin diperoleh kepuasan yang sama pada suatu kurva indiferens yang berbeda.

C.     Cara Memaksimumkan Nilai Guna

Kerumitan yang ditimbulkan untuk menentukan susunan atau komposisi dan jumlah barang yang akan mewujudkan nilai guna yang maksimum bersumber dari perbedaan harga-harga berbagai barang. Kalau harga barang adalah bersamaan, nilai guna akan mencapai tingkat yang maksimum apabila nilai guna marjinal dari setiap barang adalah sama.

D.    Syarat Pemaksimuman Nilai Guna
Dalam keadaan dimana harga-harga berbagai macam barang adalah berbeda. Syarat yang harus dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan akan memberikan nilai guna yang maksimum adalah: Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya.
E.     Teori Nilai Guna dan Teori Permintaan
Dengan menggunakan teori nilai guna dapat diterangkan sebabnya kurva permintaan bersifat menurun dari kiri atas ke kanan bawah yang menggambarkan bahwa semakin rendah harga suatu barang, semakin banyak permintaan ke atasnya. Ada 2 faktor yang menyebabkan permintaan keatas suatu barang berubah apabila harga barang itu mengalami perubahan: Efek penggantian dan Efek pendapatan.
1.      Efek Penggantian
Perubahan suatu barang mengubah nilai guna marjinal per rupiah dari barang yang mengalami perubahan harga tersebut. Kalau harga mengalami kenaikan, nilai guna marjinal per rupiah yang diwujudkan oleh barang tersebut menjadi semakin rendah. Misal, harga barang A bertambah tinggi, maka sebagai akibatnya sekarang MU barang A/PA menjadi lebih kecil dari semula. Kalau harga barang-barang lainnya tidak mengalami perubahan lagi maka perbandingan diantara nilai guna marjinal barang-barang itu dengan harganya (atau nilai guna marjinal per rupiah dan barang-barang itu) tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, untuk barang B misalnya, MU barang B/PB yang sekarang adalah sama dengan sebelumnya. Berarti sesudah harga barang A naik, keadaan yang berikut berlaku:
http://she2008.files.wordpress.com/2010/06/gambar-8.jpg?w=570
Dalam keadan seperti diatas, nilai guna akan menjadi bertambah banyak (maka kepuasan konsumen akan menjadi bertambah tinggi) sekiranya konsumen itu membeli lebih banyak barang B dan mengurangi pembelian barang A. kedaan diatas menunjukkan bahwa kalau harga naik, permintaan terhadap barang yang mengalami kenaikan harga tersebut akan menjadi semakin sedikit.
Dengan cara yang sama sekarang tidak susah untuk menunjukkan bahwa penurunan harga menyebabkan permintaan ke atas barang yang mengalami penurunan harga itu akan menjadi bertambah banyak. Penurunan harga menyebabkan barang itu mewujudkan nilai guna marjinal per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna marjinal per rupiah dari barang-barang lainnya yang tak berubah harganya. Maka, karena membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai guna, permintaan ke atas barang tersebut menjadi bertambah banyak apabila harganya bertambah rendah.
2.      Efek Pendapatan
Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain, kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan riil bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah barang yang dibelinya. Akibat dari perubahan harga kepada pendapatan ini, yang disebut efek pendapatan, lebih memperkuat lagi efek panggantian didalam mewujudkan kurva permintaan yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
F.      Surplus Konsumen
Teori nilai guna dapat pula menerangkan tentang wujudnya kelebihan kepuasan yang dinikmati oleh para konsumen. Kelebihan kepuasan ini, dalam analisis ekonomi, dikenal sebagai surplus konsumen. Surplus konsumen pada hakikatnya berarti perbedaan diantara kepuasan yang diperoleh seseorang didalam mengkonsumsikan sejumlah barang dengan pembayaran yang harus dibuat untuk memperoleh barang tersebut. Kepuasan yang diperoleh selalu lebih besar daripada pembayaran yang dibuat.
Contoh: Seorang konsumen pergi ke pasar membeli mangga dan bertekad membeli satu buah yang cukup besar apabila harganya Rp.1500. Sesampainya dipasar ia mendapati bahwa mangga yang diinginkannya hanya berharga Rp.1000. jadi, ia dapat memperoleh mangga yang diinginkannya dengan harga Rp.500 lebih murah daripada harga yang bersedia dibayarkannya. Nilai Rp.500 ini dinamakan Surplus Konsumen.
Contoh Tabel Konsumen yang Menikmati Mangga
Jumlah konsumsi mangga /minggu
Harga yang bersedia dibayar konsumen
Surplus konsumen jika harga mangga Rp 700/buah
Jumlah surplus konsumen
Mangga pertama
1700
1000
1000
Mangga kedua
1500
800
1800
Mangga ketiga
1300
600
2400
Mangga keempat
1100
400
2800
Mangga kelima
900
200
3000
Mangga keenam
700
0
3000
Mangga ketujuh
500


Mangga kedelapan
300






KESIMPULAN

Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan: Pendekatan Nilai guna (utiliti) cardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Dalam pendekatan nilai guna cardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna ordinal, Manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak dikuantifikasi. Tingkah laku seorang konsumen untuk memilih barang-barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan bantuan Kurva kepuasan sama yaitu kurva yang menggambarkan gabungan barang yang akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang sama.
Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian: nilai guna total dan nilai guna marjinal. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marjinal berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.












Saturday 1 December 2012

ADMINISTRASI SARANA DAN PRASARANA


BAB I
Pendahuluan

1.1.Latar Belakang
Bila kita memasuki lembaga pendidikan (sekolah) atau dunia pendidikan, pasti kita akan menemui beberapa unsur warga sekolah seperti kepala sekolah, guru, siswa, penjaja kantin, satpam, dan sebagainya. Selain itu kita juga menemui beberapa unsur seperti laboratorium, perpustakaan, media/alat pembelajaran, bangunan sekolah, ruang kelas dan lain-lain. Peralatan-peralatan itu bisa dikatakan sebagai bagian dari sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan. Sarana dan prasarana bisa menjadi wahana untuk mendukung ataupun menunjang dalam proses pencapaian tujuan.
Berkaitan dengan hal itu, dikotomi antara sarana dan prasarana bisa dikatakan sangat berguna bagi peserta didik. Dikatakan sarana karna secara esensial dikatakan sebagai alat langsung untuk mencapai tujuan, sebaliknya prasarana bisa dikategorikan sebagai alat tidak langsung untuk mencapai tujuan pendidikan. Kedua komponen ini tidak akan absen dalam suatu lembaga pendidikan. Bila lembaga pendidikan tidak mempunyai salah satu komponen ini bisa dikatakan lembaga pendidikan (sekolah) itu pincang secara fisik.
Adanya administrasi sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang atas tercapainya suatu tujuan dari pendidikan itu. Keberadaan administrasi sarana dan prasarana ini boleh dikatakan sebagai penentu dalam mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Sebagaimana juga yang didukung di dalam Pasal 45 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas yang mengharuskan adanya pengelolaan sarana dan prasarana di dalam satuan pendidikan, baik formal maupun informal.
Sejalan dengan fakta itu, pada makalah ini penulis akan menjelaskan apa itu sarana dan prasarana dalm pendidikan dan bagaimana fungsi-fungsi serta peran dari sarana dan prasarana tersebut.


1.2. Rumusan Masalah
Agar menghindari pelebaran pembahasan, dan sesuai dengan judul yang tertera di atas,  penulis akan membahas dan merumuskan beberapa poin yang berkaitan dalam pembahasan ini, yaitu:
1.      Apa itu sarana dan prasarana pendidikan?
2.      Bagaimana fungsi dari administrasi sarana dan prasarana ?
3.      Bagaimana fungsi dan peranan Sarana dalam proses KBM? 
4.      Bagaimana peranan guru dalam administrasi sarana dan prasarana pendidikan?
1.3 Tujuan
Melalui pembahasan dalam makalah ini penulis bertujuan agar menambah khazanah intelektual kita tentang seluk beluk cakupan dari administrasi sarana dan prasarana. Selain itu adanya makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Administrasi Pendidikan.
Secara esensial sarana dan prasarana mempunyai kedudukan yang strategis dalam pendidikan. Sehubungan dengan hal itu, wajib bagi kita mahasiswa yang sedang diarahkan untuk menjadi bagian dari tenaga pendidik, untuk mengerti akan hal ini (sarana dan prasarana). Setidaknya paham dengan fungsi dan peranannya. Sehingga bila nanti kita terjun ke dalam dunia pendidikan kita tidak canggung lagi dalam memaksimalkan berbagai sarana maupun prasarana yang ada.
1.4 Manfaat
Diharapkan melalui makalah ini dapat memberikan dan menambah pengetahuan atau wawasan berpikir kita mengenai administrasi sarana dan prasarana. Menurut kami hal ini sangat penting, karena bisa lebih mengenali dan mengerti lebih dalam mengenai fungsi dan peran dari sarana dan prasarana dalam pendidikan.



BAB II
Pembahasan

A.     Apa itu Sarana dan Prasarana Pendidikan?
Daryanto di dalam bukunya Administrasi Pendidikan (2010: 51), mengatakan bahwa sarana seperti alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan. Misalnya seperti, ruang, buku, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Senada dengan Daryanto, menurut E. Mulyasa, sarana pendidikan itu adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar, mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran.[1] Lebih spesifik, menurut Tim Penyusun Pedoman Pembakuan Media Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dimaksud dengan sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar-mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.[2]
Bila dilihat dari perundangan, maka menurut Keputusan Menteri P dan K No. 079/1975, sarana pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:[3]
a.      Bangunan dan perabot sekolah.
b.      Alat pelajaran yang terdiri, pembukuan dan alat-alat peraga dan laboratorium,
c.       Media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audiovisual yang mengggunakan alat penampil dan media yang tidak menggunakan alat penampil.
Berbeda dengan sarana, disini prasarana dilihat secara etimologis yang berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan misalnya seperti, lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, uang dan sebagainya.[4] Sejalan dengan hal itu, Ibrahim Bafadal mengatakan bahwa prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.[5]
Bila dilihat dari payung hukumnya, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Pasal 45 Tentang Sarana dan Prasarana Pendidikan, yang tertulis di ayat 1 yaitu setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
Sedangkan standar sarana dan prasarana dalam setiap satuan pendidikan telah tercantum dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 42:
1.      Setiap satuan pendidikan wajib memilik sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
2.      Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Jadi dari uraian ini dapat ditarik benang merahnya yaitu bila yang dimaksud dengan sarana dalam dunia pendidikan ialah berkenaan dengan segala bentuk fasilitas atau perlengkapan yang selalu berkaitan secara langsung dengan aktifitas dalam kegiatan mengajar supaya untuk mencapai tujuan pendidikan dapat berjalan efektif, efisien dan lancar, bisa seperti, alat peraga, buku, media penunjang, laboratorium dan sebagainya. Kebalikan dengan pengertian sarana, maka prasarana dapat diartikan sebagai alat tidak langsung untuk mencapai tujuan, atau dalam proses pendidikan di lembaga sekolah, seperti, lokasi atau tempat, lahan atau bangunan sekolah, lapangan olahraga, taman sekolah, dan sebagainya. Dan juga sarana dan prasarana pendidikan ini didukung secara hukum oleh UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas dalam Pasal 45, maupun Keputusan Menteri P dan K No. 079/1975 bahkan ditegaskan lagi melalui PP No. 19 Tahun 2005 dalam Pasal 42.
B. Fungsi Administrasi Sarana dan Prasarana
Selain memberi makna penting bagi terciptanya dan terpeliharanya kondisi sekolah yang optimal, maka administrasi sarana dan prasarana sekolah berfungsi sebagai:
a. Memberi dan melengkapi fasilitas untuk segala kebutuhan yang diperlukan dalam proses belajar mengajar.
b. Memelihara agar tugas-tugas murid yang diberikan oleh guru dapat terlaksana dengan lancar dan optimal.
            Adapun yang bertanggung jawab tentang sarana dan prasarana pendidikan adalah para pengelola atau adiminstrasi pendidikan. Secara micro (sempit) maka kepala sekolah yang bertanggung jawab masalah ini.[6]
Sejalan dengan hal itu, fungsi administrasi yang dipandang perlu dilaksanakan secara khusus oleh kepala sekolah adalah :[7]
1.      Perencanaan
Perencanaan dapat dipandang sebagai suatu proses penentuan dan penyusunan rencana dan program-program kegiatan yang akan di lakukan pada masa yang akan dating secara terpadu dan sistematis berdasarkan landasan, prinsip-prinsip dasar dan data atau informasi yang terkait, serta menggunakan sumber-sumber daya lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya. Namun, rencana tersebut hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1)      Harus Jelas
Kejelasan ini harus terlihat pada tujuan dan sasaran yang hendak di capai, jenis dan bentuk, tindakan (kegiatan) yang akan di laksanakan, siapa pelaksananya, prosedur, metode dan teknis pelaksananya, bahan dan peralatan yang diperlukan serta waktu dan tempat pelaksanaan.
2)      Harus Realistis.
Hal ini mengandung arti bahwa ;
a. Rumusan, tujuan serta target harus mengandung harapan yang memungkinkan dapat dicapai baik yang menyangkut aspek kuantitatif maupun kualitatifnya. Untuk itu harapan tersebut harus disusun berdasarkan kondisi dan kemampuan yang di miliki oleh sumberdaya yang ada.
b. Jenis dan bentuk kegiatan harus relevan dengan tujuan dan target yang hendak dicapai.
c. Prosedur, metode dan teknis pelaksanaan harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai serta harus memungkinkan kegiatan yang telah dipilih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
d. Sumber Daya Manusia yang akan melaksanakan kegiatan tersebut harus memiliki kemampuan dan motivasi serta aspek pribadi lainnya yang memungkinkan terlaksananya tugas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya .


3)      Rencana Harus Terpadu
a. Rencana harus memperlihatkan unsur-unsurnya baik yang bersifat insani maupun non insani sebagai komponen-komponen yang bergantung satu sama sama lain., berinteraksi dan bergerak bersama secara sinkron kearah tercapainya tujuan dan target yang telah di tetapkan sebelumnya.
b. Rencana harus memiliki tata urut yang teratur dan disusun berdasarkan skala prioritas.
2.      Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu proses yang menyangkut perumusan dan rincian pekerjaan dan tugas serta kegiatan yang berdasarkan struktur organisasi formal kepada orang-orang yang memiliki kesanggupan dan kemampuan melaksanakannya sebagai prasyarat bagi terciptanya kerjasama yang harmonis dan optimal ke arah tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. Pengorganisasian ini meliputi langkah-langkah antara lain :
a.      Mengidentifikasi tujuan-tujuan dan sasaran yang telah di tetapkan sebelumnya.
b. Mengkaji kembali pekerjaan yang telah di rencanakan dan merincinya menjadi sejumlah tugas dan menjabarkan menjadi sejumlah kegiatan.
c. Menentukan personil yang memiliki kesanggupan dan kemampuan untuk   melaksanakan tugas dan kegiatan tersebut.
d.  Memberikan informasi yang jelas kepada guru tentang tugas kegiatan yang harus di laksanakan, mengenai waktu dan tempatnya, serta hubungan kerja dengan pihak yangn terkait.


3.      Menggerakkan
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk memberikan pengaruh-pengaruh yang dapat menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya secara bersama-bersama dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
4.      Memberikan Arahan.
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk memberikan informasi, petunjuk, serta bimbingan kepada guru yang di pimpinnya agar terhindar dari penyimpangan, kesulitan atau kegagalan dalam melaksanakan tugas. Fungsi ini berlaku sepanjang proses pelaksanaan kegiatan.
5.      Pengkoordinasian
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk menyelaraskan gerak langkah dan memelihara prinsip taat asas (konsisten) pada setiap dan seluruh guru dalam melaksanakan seluruh tugas dan kegiatannya agar dapat tujuan dan sasaran yang telah direncanakan. Hal ini di lakukan oleh kepala sekolah melalui pembinaan kerja sama antar guru, dan antar guru dengan pihak-pihak luar yang terkait. Di samping itu penyelarasan dan ketaatan pada asas diupayakan agar fungsi yang satu dengan yang lainnya dapat mercapai dan memenuhi target yang di tetapkan sebelumnya.
6.      Pengendalian
Fungsi ini mencakup upaya kepala sekolah untuk:
a. Mengamati seluruh aspek dan unsur persiapan dan pelaksanaan program-program kegiatan yang telah direncanakan.
b.   Menilai seberapa jauh kegiatan-kegiatan yang ada dapat mencapai sasaran-sasaran dan tujuan.
c. Mengidentifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan beserta faktor-faktor penyebabnya.
d. Mencari dan menyarankan atau menentukan cara-cara pemecahan masalah-masalah tersebut.
e. Mengujicobakan atau menerapkan cara pemecahan masalah yang telah dipilih guna menghilagkan atau mengurangi kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Dengan demikian dalam melaksanakan fungsi ini kepala sekolah dapat menggunakan sekurang-kurangnya 3 pendekatan yaitu :
a)      Pengendalian yang bersifat pencegahan.
b)      Pengendalian langsung.
c)      Pengendalian yang bersifat perbaikan.
7.      Inovasi
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan diri para guru untuk melakukan tindakan-tindakan atau usaha-usaha yang bersifat kreatif inovatif. Dengan demikian kepala sekolah dan guru-guru perlu mencari atau menciptakan cara-cara kerja atau hal-hal yang baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Sekurang-kurangnya mereka diharapkan mampu dan mau memodifikasi hal-hal atau cara-cara yang lebih baik atau lebih efektif dan efisien, agar pembaharuan pendidikan dapat muncul dari warga sekolah ,hal ini juga akan menumbuhkan sikap dan daya kreatif warga sekolah itu sendiri. Namun, dalam melakukan fungsi ini kepala sekolah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Harus disadari bahwa sesuatu yang baru belum tentu lebih baik dari yang lama.
b. Jika mampu menemukan atau menciptakan sesuatu hal atau cara baru, ia tidak perlu memandang rendah yang lama
c. Perlu dikonsultasikan kepada pihak-pihak yang berwenang.
C. Fungsi dan peranan Sarana dalam Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM) 
Bila ditinjau dari fungsi dan peranannya dalam Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM), maka sarana pendidikan dapat dibedakan menjadi beberapa poin, yakni:
Pertama, Sebagai alat pelajaran. Alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar. Alat ini mungkin berwujud buku tulis, gambar-gambar, alat-alat tulis-menulis lain seperti kapur, penghapusan dan papan tulis maupun alat-alat praktek, semuanya termasuk ke dalam lingkup alat pelajaran.[8]
Kedua, Sebagai alat peraga. Alat peraga mempunyai arti yang luas. Alat peraga adalah semua alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa benda ataupun perbuatan dari yang tingkatannya paling konkrit sampai ke yang paling abstrak yang dapat mempermudah pemberian pengertian (penyampaian konsep) kepada murid. Di samping itu, alat peraga sangatlah penting bagi pengajar untuk mewujudkan atau mendemonstrasikan bahan pengajaran guna memberikan pengertian atau gambaran yang jelas tentang pelajaran yang diberikan. Hal itu sangat membantu siswa untuk tidak menjadi siswa verbalis.[9]
Ketiga, Sebagai media pengajaran. Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.[10]
Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.
Oleh karena itu, Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.[11]
Menurut Ramayulis, alat atau media pendidikan atau pengajaran mempunyai peranan yang sangat penting. Sebab alat/media merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan indera pendengaran dan penglihatan. Adanya alat/media bahkan dapat mempercepat proses pembelajaran murid karena dapat membuat pemahaman murid lebih lebih cepat pula.[12]
Media pendidikan mempunyai peranan yang lain dari peraga. Media pendidikan adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara di dalam proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektifitas dan efesiensi, tetapi dapat pula sebagai pengganti peranan guru.
Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pengajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.[13]
D. Peranan Guru Dalam Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan
Guru juga punya peranan yang sangat strategis dalam administrasi sarana dan prasarana yang ada dalam proses kegiatan belajar dan mengajar, yaitu dimulai dari perencanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan, serta pengawasan penggunaan sarana-prasarana.

Sebagai konsekuensi dari pelaksana tugas pendidikan, guru juga mempunyai andil dalam administrasi sarana dan prasarana pendidikan. Dalam hal ini, guru lebih banyak berhubungan dengan sarana pengajaran, yaitu alat pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran lainnya dibandingkan dengan keterlibatannya dengan prasarana pendidikan yang tidak langsung berhubungan.















BAB III
Penutup
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa sarana dalam dunia pendidikan ialah berkenaan dengan segala bentuk fasilitas atau perlengkapan yang selalu berkaitan secara langsung dengan aktifitas dalam kegiatan mengajar supaya untuk mencapai tujuan pendidikan dapat berjalan efektif, efisien dan lancar, bisa seperti, alat peraga, buku, media penunjang, laboratorium dan sebagainya. Kebalikan dengan pengertian sarana, maka prasarana dapat diartikan sebagai alat tidak langsung untuk mencapai tujuan, atau dalam proses pendidikan di lembaga sekolah, seperti, lokasi atau tempat, lahan atau bangunan sekolah, lapangan olahraga, taman sekolah, dan sebagainya.

Sarana dan prasarana pendidikan ini didukung secara hukum oleh UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas dalam Pasal 45, maupun Keputusan Menteri P dan K No. 079/1975 bahkan ditegaskan lagi melalui PP No. 19 Tahun 2005 dalam Pasal 42.
Sedangkan administrasi sarana dan prasarana sekolah berfungsi dan berperan sebagai memberi dan melengkapi fasilitas untuk segala kebutuhan yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, lalu memelihara agar tugas-tugas murid yang diberikan oleh guru dapat terlaksana dengan lancar dan optimal. Namun yang perlu disadari ialah sarana dan prasarana bisa menjadi rusak bila tak ada penegelolaan yang baik dari pihak sekolah, bisa saja rusak dari para siswa. Hal ini bisa dicegah bila semua komponen sekolah (Kepala Sekolah ataupun gurunya) ikut mengelola administrasi sarana dan prasarana agar tetap baik.
Sebagai penutup, yang perlu digarisbawahi ialah meskipun kegiatan belajar mengajar berlangsung lancar, namun bila tak adanya atau tak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai tentu dapat membuat kepincangan dalam proses pembelajaran. Ini yang harus kita ketahui bersama.


DAFTAR PUSTAKA

Bafadal, Ibrahim. 2003. Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah, Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasi; Cet I. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Daryanto, M. 2010. Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Gunawan, Ary H. 1996. Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Mikro). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Subari, 1994. Supervisi Pendidikan; Cet I. Jakarta: Bumi Aksara.




[1] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. VII, h. 49
[2] Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, (Jakarta: PT GrafindoPersada, 1993), Cet. II, h. 81
[3] Drs. H.M. Daryanto., Administrasi Pendidikan, (Bandung: Rineka Cipta, 2010), hlm 51.
[4] Drs. H.M. Daryanto., Administrasi Pendidikan, (Bandung: Rineka Cipta, 2010), hlm 51.
[5] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah, Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), Cet. I, h. 3
[6] Drs. H.M. Daryanto., Administrasi Pendidikan, (Bandung: Rineka Cipta, 2010), hlm 51.
[8] B. Suryo Subroto, Administrasi Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), Cet. II, hlm. 75.
[9] Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Materiil, (Jakarta: PT Prima Karya, 1987), Cet. I, hlm. 10.
[10] Arief S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), Ed. I, hlm.. 6.
[11] Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, hlm. 11.
[12] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. IV, hlm. 180.
[13] Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), Cet. II, hlm. 15-16